Merajuk

 Baru kali ini kutemukan diriku merajuk kepada Tuhan seperti anak kecil. Tantrum. Layaknya balita yang ingin dibelikan mainan orang tuanya, tapi mereka tidak memberikannya. Anak kecil lalu menangis, menjatuhkan diri ke lantai, berguling-guling, melakukan apapun untuk membuat orang tuanya merasa kasihan padanya. Lalu kembali memperhatikannya. Setidaknya memeluknya. Atau benar-benar memberikan apa yang diinginkannya.

Nak, dari sudut pandangku yang saat ini aku bisa berkata. "Tidak memberikan sesuatu yang kamu inginkan, bukan berarti mereka tidak menyayangimu. Mungkin saja tidak diberikannya, karena belum waktunya. Mungkin yang kamu minta bisa membahayakanmu. Mungkin saja semua itu demi kebaikanmu."

Namun Nak. Saat ini aku merajuk lebih darimu. Aku menangis berliter-liter agar Tuhan melihatku. Merenggut laraku yang tidak terperi di dasar hati. Tahukah aku pandai berpura baik-baik saja di hadapan orang-orang, namun sebenarnya hatiku hancur berantakan karena tidak mendapatkan apa yang aku impikan?

Aku merajuk kepada Tuhan. Kenapa Ia lebih sayang kepada seseorang yang telah berbuat jahat kepadaku. Kenapa ia memberikannya kebahagiaan lebih dulu? Kenapa bukan aku yang lebih dulu diberikannya anugerah-anugerah itu? Aku yang telah lama menunggu. Aku yang disakitinya, yang konon doanya tak akan tertolak? Sungguh kekanak-kanakan bukan?

Ternyata, ada setitik noda kepongahan pada rajukanku. Aku merasa lebih baik dari ia yang menyakitiku, dan mungkin Tuhan tidak suka. 

Masih menangis, aku merenung dan menengadah ke langit. "Tak memberi yang kamu inginkan, bukan berarti tidak sayang."

Terkadang, Tuhan mematahkan hatimu sedemikian rupa untuk menyelamatkanku dari kehancuran yang lebih besar. 

Saat ini aku memang merasa hancur. Namun aku tetap bernafas. Tetap hidup. Tetap berjalan. Maka mungkin suatu saat aku akan kembali menyusun kepingan yang tersisa dengan rasa syukur yang lebih megah dari sebelumnya. 

Tenanglah, agar bisa berpikir. Tuhan boleh melakukan apapun. Segala sesuatu di alam semesta adalah milik-Nya. Kalaupun ia lebih sayang kepadanya, juga tidak apa-apa. Aku juga tahu dia sudah banyak menderita. Dan mungkin ridho Tuhan turun kepadanya melalui cobaan-cobaan yang telah ia alami sebelumnya. Aku bahkan hanya diuji sedikit saja, namun rasanya sudah kehilangan semangat dan tak mampu berdiri lagi. 

Aku tidak lagi merajuk pada Tuhan. Aku menyerahkan segalanya kepada-Nya. Karena Ia yang menulis takdir dan skenarionya, pastilah Ia mengurus semua hamba yang diciptakannya tanpa kecuali. Ia juga yang akan menyembuhkan luka hati, mengganti apa yang diambil-Nya dengan yang lebih baik, memberikan apa yang tidak Ia berikan dengan yang lebih memberi ketenangan dan kebahagiaan.





Komentar

Postingan Populer